Desakan kepada pemerintah Maluku Utara untuk mencabut izin pembuangan tailing (limbah) oleh PT Trimegah Bangun Persada, anak perusahaan Harita Group di Obi, Halmahera Selatan masih terus berlanjut.
Pagi tadi, Sabtu (21/3) Front Peduli Rakyat Obi (FPRO) kembali mendatangi kantor cabang Harita Group di Kelurahan Kalumata, Ternate Selatan, Maluku Utara. Ini adalah kedua kalinya massa FPRO mendatangi kantor tersebut.
“Kami Front Peduli Rakyat Obi menuntut pemerintah agar mencabut Surat Keputusan oleh Gubernur Maluku Utara, menghentikan proyek pembuangan tailing nikel oleh Harita Grup di Obi,” ucap Upiawa, Koordinator Aksi di depan puluhan massa.
SK yang dimaskud adalah SK bernomor 502/01/DPMPTSP/VII/201 yang diteken oleh Gubernur pada 2 Juli 2019 silam. Tak hanya itu, massa juga meminta pemberlakuan moratorium Izin Usaha Pertambangan (IUP) di pulau-pulau kecil Maluku Utara.
Sebaliknya, menurut FPRO, pemerintah wajib mendukung kemandirian masyarakat pesisir dan pulau melalui penyelamatan lahan, air, hutan, dan laut. Juga segera mengeluarkan produk hukum dan kebijakan yang melibatkan masyarakat dan organisasi masyarakat sipil untuk melindungi wilayah pesisir dan pulau kecil dari ekspansi industri ekstraktif.
Desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan penyelidikan terkait pemberian izin konsesi juga menggema.
Massa bahkan meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) turun tangan guna mengatasi persoalan keterancaman pesisir dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara.
Padahal, lanjut dia, dalam Perda Maluku Utara No 2 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) menyatakan, perairan Obi tidak dialokasikan untuk pembuangan tailing, tetapi merupakan zona perikanan tangkap.
Proyek ini, kata dia, akan mematikan sumber penghidupan masyarakat Pulau Obi, yang sebagian besarnya adalah nelayan. Selain itu, juga akan berdampak pada kesehatan masyarakat akibat terpapar limbah seperti yang terjadi di Teluk Buyat.
“Apa yang akan kita wariskan untuk anak cucu kita nanti, jika laut dan sungai yang tercemar, udara yang kotor, hutan yang rusak, lubang tambang di mana-mana,” pungkasnya.
–
Sumber: Cermat