Nikel Jadi Masa Depan Tambang dan Industri Bahan Baku Kendaraan Listrik

Nikel Jadi Masa Depan Tambang dan Industri Bahan Baku Kendaraan Listrik

Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir nikel terbesar dunia yang menguasai sekitar 27 persen pasar global. Kendati demikian, Indonesia selama puluhan tahun hanya mengekspor nikel mentah. Negara produsen nikel lainnya yakni Amerika Serikat, Australia, Bolivia, Brazil, China, dan beberapa negara Afrika.

Kendaraan listrik merupakan konsep kendaraan dengan menggunakan sumber energi listrik. Kendaraan listrik memiliki keunggulan daripada kendaraan berbahan bakar minyak dikarenakan Kendaraan listrik mengeluarkan emisi yang jauh lebih sedikit dibanding kendaraan berbahan bakar fosil.

Kedepannya, pengembangan Kendaraan listrik diharapkan dapat menggantikan kendaraan berbahan bakar fosil dan membuat isu lingkungan berkurang dengan konsep energi yang berkelanjutan.

Pengembangan Kendaraan listrik sebagai pengganti mobil berbahan bakar fosil diprakarsai secara tidak langsung dengan adanya Paris Agreement pada tahun 2015. Paris Agreement 2015 merupakan perjanjian antar negara di seluruh dunia yang dimana salah satu bunyinya sepakat untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan investasi terhadap teknologi karbon rendah. 

Negara – negara seperti United Kingdom, Rusia, Jepang, China, Indonesia, dll menandatangani perjanjian ini. Dengan penandatanganan ini, pengembangan kendaraan listrik merupakan salah satu poin utama untuk menerapkan hasil dari perjanjian ini.

Penggunaan komponen baterai dalam kendaraan listrik akan meningkatkan kebutuhan akan nikel sebagai salah satu komponen baterai. Secara tidak langsung, pengembangan kendaraan listrik akan memainkan peran besar untuk peningkatan aktivitas produksi nikel. Berdasarkan data Wood Mackenzie, dengan meningkatnya kebutuhan nikel, China telah membangun empat fasilitas nikel baru yang akan diimplementasikan pada produksi kendaraan listrik ke depan.

Pada tahun 2017, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dimana salah satu isinya adalah pengembangan mobil listrik di Indonesia. Menurut antaranews.com (Indonesia Konsisten Ratifikasi Perjanjian Paris), Indonesia memiliki target untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2029-2030. Dengan adanya peraturan tersebut dan pengembangan kendaraan listrik, kedepannya konsumsi nikel di negara Indonesia menjadi suatu hal yang amat penting.

Dikabarkan bahwa Maluku Utara menjadi salah satu daerah yang akan memiliki industri bahan baku untuk baterai mobil listrik.

Harita Nickel yang saat ini sedang membangun pabrik bahan baku baterai mobil listrik di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan menjawab bahwa sudah memasuki tahap konstruksi akhir dan ditargetkan berproduksi pada akhir 2020.

Pemerintah Maluku Utara berharap proses konstruksi industri maju ini dapat berjalan dengan lancar dan harus didukung oleh semua pihak. Industri baru ini akan membutuhkan 1.920 orang tenaga kerja profesional, belum termasuk kontraktor dan industri pendukung lainnya.

Pemerintah Indonesia memiliki target untuk mempunyai 31 smelter aktif pada tahun 2021 dimana sebanyak 17 smelter merupakan smelter untuk memproses nikel. Pembuatan smelter ini merupakan langkah integrasi Indonesia dalam aktivitas pertambangan dan juga untuk mengefektifkan dan memaksimalkan hasil tambang pada proses hilir. Harapannya, dengan adanya keberadaan smelter, Indonesia dapat lebih mandiri dalam membuat komponen baterai yang akan semakin berkembang dan diminati pasar tambang di tahun – tahun mendatang.

Sumber: Kompas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *