Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan memprediksi program hilirisasi nikel yang dijalankan pemerintah akan menyumbang penerimaan negara hingga US$ 10 miliar dari hasil ekspor.
“Dengan hilirisasi, paling tidak sudah menyumbang tahun ini [2020] perkiraan kami US$ 10 miliar. Kemudian Pariwisata kami harap juga bisa me-rebound kalau bisa naik berapa persen juga akan berdampak ke [ekonomi] kita,” ujarnya dalam Webinar bertajuk Investasi di tengah Pandemi, Sabtu, 25 Juli 2020.
Dia menjelaskan bahwa saat ini Indonesia tengah berfokus untuk menyasar program hilirisasi hasil pertambangan. Menurut dia, hilirisasi hasil pertambangan akan menjadi program berkelanjutan yang dibutuhkan oleh generasi muda ke depan.
Dia mengungkapkan telah menyampaikan potensi hilirisasi kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
“Saya lapor presiden bahwa kita harus tahu turunannya. pasti orang nggak suka, tetapi selang beberapa tahun mereka pasti mensyukuri bapak [Jokowi] telah buat ini’,”ungkap Luhut.
Dia mencontohkan nilai ekspor nikel Indonesia sebesar US$ 612 juta per tahun. Namun, nilainya kini bertambah hingga US$ 6,24 miliar. Pasalnya, nikel tersebut telah diolah menjadi stainless steel slab.
Sementara itu, dia melihat bahwa era pengembangan mobil listrik di Indonesia perlahan mulai tampak. Pasokan baterai menjadi isu utama pengembangan kendaraan listrik. Luhut berambisi di masa mendatang Indonesia menjadi negara terpandang karena lantaran menjadi negara produsen baterai lithium terbesar di dunia.
“Baterai ini karena kita memiliki cadangan terbesar kualitasnya nikel ore kita akan menjadi pemain dan utama dari baterai ini. [baterai] Itu pada 2030 di eropa sudah tidak ada lagi mobil fossil, semua harus litium baterai, itu kan tinggal 10 tahun lagi dari sekarang,” ujarnya.
“Nah, itu yang kita target, mereka [negara lain] sudah hampir berapa puluh persen untuk pakai mobil elektrik. Kita akan menjadi pemain ini [litium baterai]. Nah, cadangan untuk menjadi pemain baterai lithium kita tuh [saat ini] 40 persen, [kita merupakan] nomor 1 di dunia,” ungkapnya.
Dia mengatakan Indonesia memiliki ragam potensi dari turunan raw material yang dikembangkan, salah satunya adalah bauksit
“Nah, pengolahan bauksit ke aluminium ingot juga memberikan pengaruh besar. Itu harganya per ton per tahun US$ 30 tapi setelah diproses menjadi US$ 1.700/ton. Penambahan ini dapat mencapai 11,2 kali dari nilai ekspor bauksit menjadi aluminium ingot. Kemudian, ada turunan dari bijih tembaga dan nikel menjadi baterai lithium,” katanya.
Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai bahan baku terbaik di dunia untuk memproduksi baterai lithium ion, yaitu bijih nikel kadar rendah atau disebut limonite dengan kandungan nikel (0,8-1,5 persen) dan cobalt yang tinggi (0.07-0,2 persen).
Saat ini, pabrik baterai untuk mobil listrik yang sedang dibangun di Indonesia diklaim bakal rampung pada akhir tahun ini atau awal 2021.
Industri yang sedang dibangun Harita Nickel itu, direncanakan mulai berproduksi pada akhir 2020. Pabrik ini diklaim sebagai yang pertama beroperasi di Indonesia, sehingga menjadi kebanggan tersendiri bagi daerah itu.
Pemanfaatan nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai menjadi prioritas sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis BateraI untuk Transportasi Jalan.
Sisi suplai Indonesia memiliki potensi yang besar dan dari sisi pemanfaatan saat ini berada pada momentum yang sangat tepat sehingga dapat melengkapi rantai suplai industri nikel yang berbasis sumber daya alam. Total kebutuhan bijih nikel kadar rendah pada 2021 akan mencapai 27 juta ton per tahun.
–
Sumber: Tempo